Oleh : SPL
Untuk perencanaan bangunan tahan gempa sesuai peraturan SNI 03-1726-2002 atau standar baru SNI 03-1726 yang akan datang; diperlukan data klasifikasi kegempaan tanah untuk menentukan besarnya beban rencana gempa yang digunakan. Besarnya beban gempa rencana gempa dipatok tidak boleh kurang dari 0,8 Vi pada kedua sumbu utama bangunan; dimana Vi adalah gaya gempa dasar statik ekivalen yang dihitung dengan rumus ;
Vi = 1/R. Ci. i. Wt …………. ( 1 )
Ci adalah koefisien gempa yang ditentukan dari letak Zona gempa lahan, waktu getar alami sistim strukturnya ( T ) dan klasifikasi kegempaan tanah lahan bangunan tersebut. Klasifikasi kegempaan lahan dibedakan untuk jenis tanah keras, tanah sedang, tanah lunak dan tanah khusus. Kriteria jenis tanahnya ditentukan berdasarkan bobot nilai rata-rata dari parameter Vs (shear-wave velocity ), parameter Su ( undrained shear strength ) atau nilai N SPT yang didapat dari kondisi permukaan tanah sampai lapisan sedalam 30 m dibawahnya. Kriteria jenis tanah harus dihitung dari sedikitnya 2 parameter yang disebut diatas. Jika didapat 3 parameter tanah, klasifikasi kegempaanya ditentukan dari hasil 2 krietia yang sama; jika hanya ada 2 data parameter tanah, yang dipakai adalah yang menghasilkan kriteria tanah lebih lunak.
Dalam praktek penyelidikan tanah di Indonesia, data Su dan N selalu diperoleh; tetapi untuk mendapat data Vs, perlu dilakukan pengujian khusus yang relatif mahal dan memerlukan keahlian khusus untuk melaksanakan dan menginterpretasikanya. Menurut SNI 03 – 1726 – 2002; untuk menentukan klasifikasi kegempaan tanah harus diperhitungkan dari paling sedikit 2 diantar 3 parameter tanah tersebut diatas. Untuk proyek pembangunan yang tidak terlalu besar, biasanya ahli geoteknik/struktur ingin menghindari penyelidikan data Vs karena mahal. Data N yang biasanya diambil dengan selang interval sebesar 1,50 m sepanjang pengeboran selalu dapat dipakai untuk menghitung klasifikasi kegempaan dari jenis tanah. Namun biasanya data Su hanya terdapat dari uji laboratorium ( biasanya triaxial UU test ) dari contoh ” undisturbed ” yang diambil dengan interval lebih jarang. Lagipula, contoh Tanah “undisturbed ” biasanya tidak diambil pada lapisan tanah keras ( N > 50 ). Maka dirasakan perlunya menggunakan data korelasi parameter tanah lain untuk menentukan Su maupun Vs. Data korelasi sudah cukup banyak diliteratur luar negeri, bahkan rekan kita Dr. ir Widjojo Prakoso (2011 ) telah melakukan penelitian korelasi Vs dengan qc dan SPT untuk tanah di Jakarta. Ada sedikit masalah mengenai korelasi nilai N untuk parameter Vs ataupun Su, jika nilai N sudah digunakan sebagai salah satu kriteria penentuan klasifikasi kegempaan lahan tersebut; sebab jika N dipakai lagi untuk korelasi, akhirnya kita hanya mengandalkan data dasar satu yang sama, yaitu nilai N. Namun untuk lapisan tanah keras, biasanya tidak ada data qc. maupun Su; maka kiranya untuk jenis tanah tersebut, harus dicari nilai Vs dari korelasi parameter tanah lain. Kesukaran menggunakan parameter Su juga terutama untuk mendapatkan nilai Su pada lapisan tanah keras. Kiranya menjadi tantangan Dr. Widjojo P dan timnya untuk mencari korelasi Vs atau Su dari parameter lain dari pada N. Penulis berpendapat untuk proyek perencanaan bangunan biasa , dapat diterima jika nilai Su untuk bagian lapisan tanah keras diasumsikan saja secara konservatif, asal data Su dilapisan lain cukup representatif.
—oo000oo—
Very informative post, i’m regular reader of your blog.
I noticed that your blog is outranked by many other websites in google’s search results.
You deserve to be in top ten. I know what can help you, search in google for:
Omond’s tips outsource the work